Kamis, 9 Juli 2009 | 04:45 WIB
Suasana hening penuh haru menyelimuti Staples Center, Los Angeles, California, Amerika Serikat, ketika putri mendiang Michael Jackson, Paris Katherine Jackson (11), mengucapkan salam perpisahan kepada ayah tercintanya, Selasa (7/7) pagi. ”Saya hanya mau bilang...,” kata Paris dengan suara lirih berusaha menahan tangis. Di sampingnya berdiri tantenya, Janet Jackson. ”Ayo sayang, bicara saja,” kata Janet sambil mengusap pelan rambut panjang Paris.
Paris kemudian memegang tengkuknya dan mikrofon. ”Sejak saya lahir,
Seketika itu dunia tersentak. Jackson bukan hanya Raja Musik Pop atau ”Wacko Jacko”, julukan negatif yang kerap diberikan media tabloid. Terlepas dari segala anggapan negatif dan persoalan yang melingkupi Jackson, seperti tuduhan pelecehan seksual terhadap anak, ia tetap seorang ”
Paris yang mengenakan rok hitam semula diam menunduk mendengarkan paman-pamannya, Jermaine dan Marlon Jackson, mengucapkan salam perpisahan. Tiba-tiba Paris mengutarakan keinginannya untuk ikut bicara kepada Janet. Untuk pertama kalinya, Paris dan dua putra Jackson—Michael Joseph Jr atau kerap dipanggil Prince Michael (12) dan Prince Michael II atau Blanket (7)—muncul di hadapan publik tanpa selubung.
Untuk melindungi ketiga anaknya dari sorotan media dan kejaran paparazi, Jackson kerap menutup wajah anak-anaknya dengan kain atau topeng. Jackson tidak mau anak-anaknya menjadi konsumsi media seperti yang ia alami sejak masih berusia lima tahun.
Kini selubung Prince Michael, Paris, dan Blanket terbuka di hadapan ribuan orang di Staples Center dan masyarakat dunia. Karena duduk di deretan kursi paling depan, ketiga anak Jackson itu disorot terus-menerus oleh kamera. Prince Michael sibuk dengan permen karet di mulutnya dan Blanket memeluk erat boneka Michael Jackson. Ketiga anak itu duduk diapit kakek-neneknya, Joe dan Katherine Jackson, tepat di depan peti jenazah emas 14 karat.
Pakar media di Syracuse University, Robert Thompson, menilai Paris sudah ”terbebas” dari segala selubung yang harus dikenakan. ”Bagi banyak orang, ini menggembirakan. Namun, ketika ia mulai bicara, kita semua diingatkan bahwa ia telah kehilangan ayahnya,” ujarnya.
Paris beberapa kali mengusap air matanya sepanjang prosesi mengenang ayahnya yang berlangsung sekitar dua jam. Namun, Paris sontak berdiri dan bertepuk tangan ketika pejuang hak-hak sipil Al Sharpton menyampaikan pesan kepada ketiga anak Jackson. ”Tidak ada yang aneh dari ayahmu. Yang aneh justru lingkungan yang dihadapi ayahmu. Namun, ia tetap menghadapinya,” kata Sharpton dengan suara tinggi.
Kepada stasiun TV CNN, Sharpton menjelaskan lingkungan ia maksud adalah ketidakadilan sosial yang harus dihadapi Jackson, seperti melawan ketidakadilan ras dan hambatan sosial lain di industri musik. ”Penting menjelaskan konteks masalah yang dihadapi Jackson kepada ketiga anaknya dan apa yang ia lakukan. Suatu hari nanti tiga anak itu akan ingat pemakaman ayahnya ini. Saya ingin mereka memahami konteks situasi yang dihadapi Jackson,” ujarnya.
Sharpton juga menegaskan pentingnya proses perjalanan Jackson hingga sukses di dunia musik, bukan hanya menyoroti persoalan yang melingkupinya. ”Setiap kali didorong hingga jatuh, ia bangkit lagi. Michael tak pernah putus asa,” ujarnya.
Sharpton juga mengingatkan jasa-jasa Jackson menyingkap ”tirai warna” melalui pesan-pesan cinta kasih dan perdamaian dalam lagu-lagunya. ”Michael berhasil menyatukan kulit hitam dan putih serta Asia dan Latin,” kata Sharpton.
Acara mengenang Jackson telah berakhir meski lokasi makam Jackson belum diketahui. Namun, Prince Michael, Paris, dan Blanket harus menghadapi persoalan baru, yakni ”pertarungan” hak asuh antara Katherine Jackson dan Debbie Rowe yang menginginkan Prince Michael dan Paris kembali ke pangkuannya.
Rowe mengaku masalah hak asuh kedua anaknya ini belum selesai. Rowe yang menikah dengan Jackson (1996-1999) adalah ibu biologis Prince Michael dan Paris. Sementara ibu kandung Blanket sampai sekarang belum diketahui identitasnya.(REUTERS/AFP/AP/LUK)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar