Sukses Tanpa Menggantungkan Kekayaan Orangtua
Di atas kertas, imperium Alwaleed terdiri atas 42 investasi di 10 sektor dari Apple Computers dan Citigroup sampai ke Four Seasons dan News Corporation. Dalam praktiknya, jangkauan investasinya jauh lebih besar dan sebagian besar tak terlihat dunia luar.
Meski baru saja mengalami kerugian 2,5 miliar dolar AS akibat krisis perkreditan di AS, kerajaan bisnisnya tak bergoyang. Nama sang miliarder dari Arab Saudi tersebut malah semakin melambung. Bahkan ia menjadi orang pertama yang memiliki pesawat super mewah A380 Super Jumbo. Baru-baru ini Alwaleed menyuntikkan dana baru ke bank terbesar AS.
Di samping itu, pangeran kaya Arab tersebut juga punya tujuan lain. Yakni meningkatkan kepemilikan sahamnya yang saat ini kurang dari empat persen agar bisa menjadi lima persen. Strateginya berhasil mulus.
Saham Citigroup yang sebelumnya anjlok hingga 23% akhirnya bisa naik 21% menjadi 6,61 dolar pada transaksi pra pembukaan. Bagi Alwaleed, yang telah memiliki saham Citi sejak awal 1990-an dan ikut merancang program penyelamatan bank, langkahnya itu merupakan salah satu bagian dalam mempertahankan prosi kepemilikan di bawah lima persen untuk menghindari penyelidikan regulator.
Bemula dari modal pinjaman 30 ribu dolar AS dari sang ayah, Pangeran yang dijuluki Istana Terbang itu kini menjadi salah satu investor terbesar dunia. Bagaimana bisa si putra Arab tersebut menanjak ke posisi tinggi sedemikian cepat? Banyak yang menduga bahwa pria langsing itu punya fungsi sebagai ujung tombak investasi buat para pangeran Saudi lainnya yang kurang suka publisitas.
Ada pula yang menyebarkan gosip tentang kontrak membangun pangkalan militer rahasia di Arab Saudi atau bahkan komisi-komisi melimpah dari pengapalan minyak.
Tak Pernah Miskin
Dari latar belakang keluarganya, Alwaleed memang tidak pernah miskin. Lahir di Riyadh pada 7 Maret 1955, ayahnya, Pangeran Talal, adalah putra Abdulaziz. Ibunya, Mona El-Solh, adalah putri perdana menteri pertama Lebanon modern, Riad El-Sohl. Saat pangeran itu lahir, Riyadh masih merupakan kota gurun yang terlarang buat orang asing.
Meski berlimpah harta, Alwaleed bertekad ingin menunaikan misi untuk sukses di bisnis secara mandiri. Ia tak ingin bergantung seperti saudara-saudaranya yang lebih suka menghabiskan jatah dari istana.
Baginya lebih indah memiliki sesuatu yang didapat dari jerih payah sendiri.
Sejak usia 16 tahun, Alwaleed memang telah memimpikan untuk memiliki sebuah pesawat, sebuah perahu, dan menghasilkan uang. Ia pun bertekad bulat untuk mewujudkan semua itu tanpa sedikit pun menggunakan uang istana.
Sekolah bagi Alwaleed adalah modal utama untuk meraih kesuksesan. Tahun 1976 ia mendarat di San Francisco untuk memulai kuliah Administrasi Bisnis. Studi tersebut ia tempuh dengan baik.
Tepat di usia 24 tahun, Alwaleed meraih gelar Bachelor of Science bidang Administrasi Bisnis di Menlo College, dengan spesialisasi Manajemen.
Kemudian, gelar MA bidang Ilmu Sosial di Syracuse University, Negara Bagian New York, pada 1985. Sementara keahlian finansial ia peroleh melalui pekerjaan, bukan dari buku kuliah.
Setelah seluruh pendidikan terselesaikan, akhir 1979 Alwaleed pulang ke Riyadh. Sebuah keadaan menguntungkan saat itu untuk memulai bisnis. Harga minyak mencapai rekor dan pemerintah memompa miliaran dolar uang ke sektor konstruksi, dari jalan tol dan gedung-gedung kementerian baru hingga skadron-skadron pesawat tempur teranyar.
Alwaleed memulai karier bisnisnya dengan mempialangi transaksi perusahaan asing yang ingin berbisnis di Arab Saudi. Ini berkembang ke transaksi-transaksi tanah pada 1980-an, di samping investasi di perbankan Saudi, yang terbukti undervalue pada masa itu.
Pada 1982, dua tahun setelah mendirikan perusahaan bernama Kingdom Establishment di sebuah kantor mungil di Riyadh, Alwaleed menggolkan transaksi pertamanya: proyek 8 juta dolar AS untuk membangun klub bujangan di sebuah akademi militer dekat Riyadh. Ia mewakili kontraktor kecil dari Korea Selatan.
Dari situ, bisnis Alwaleed tumbuh pesat dan menjadi lebih canggih. Tidak sekadar bertindak sebagai agen, ia meningkatkan keuntungannya dengan mendirikan perusahaan sendiri, dan membentuk usaha patungan dengan orang asing. (Sasi/Pusdok SM-59)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar