Pada tahun 2004 itu, Martinelli nyaris tak bisa mempertahankan partainya, Cambio Democratico (Perubahan Demokratis), dalam pemilu. Namun, siapa menyangka kalau lima tahun kemudian dia kembali menang telak.
Multijutawan pemilik rangkaian pasar swalayan Super 99 dan mantan Menteri Urusan Terusan Panama itu menang besar. Martinelli mengalahkan Balbina Herrera, calon Partai Demokrat Revolusioner (PRD) yang berkuasa, dalam pemilu hari Minggu, 3 Mei, itu.
Dia menjanjikan membentuk sebuah pemerintah persatuan nasional, karena itulah yang diharapkan oleh negerinya.
”Esok kita semua akan menjadi orang Panama, dan kita akan mengubah negara ini sehingga mempunyai sistem kesehatan yang baik, pendidikan yang baik, transportasi yang baik, serta keamanan yang baik,” kata Martinelli dalam pidato kemenangannya.
Kemenangan Martinelli itu menandai dimulainya sebuah masa konservatif dalam politik Panama. Peralihan arah ke kanan dengan menangnya jutawan itu berarti Panama melawan gelombang yang terjadi di Amerika Latin dengan terpilihnya pemimpin-pemimpin kiri.
Namun, semua ini tidak akan banyak artinya secara diplomatis di kawasan itu, selain dari kemungkinan Presiden Panama dan Presiden Venezuela akan saling sindir.
Kecewanya rakyat kepada pemerintah yang sekarang diperkirakan menjadi sebab mengapa Martinelli mendapatkan 61 persen suara, sedangkan Herrera hanya 37 persen.
Selama lima tahun terakhir perekonomian Panama tumbuh rata-rata 8,7 persen dan angka pengangguran turun dari 12 persen menjadi 5,6 persen. Namun, rakyat menganggap pemerintahan Presiden Martin Torrijos tidak cukup adil mendistribusikan hasil pertumbuhan itu.
Perbedaan pendapatan sangat lebar di Panama dengan 28 persen penduduk yang lebih dari 3 juta itu masih hidup dalam kemiskinan.
Terlebih dengan pertumbuhan ekonomi yang melambat. Para ahli ekonomi meramalkan pertumbuhan tahun ini hanya 3 persen sampai 4 persen. Popularitas pemerintah digerogoti oleh melambatnya pertumbuhan, krisis ekonomi global, dan meningkatnya kejahatan.
Martinelli memanfaatkan ketidakpuasan rakyat itu dengan menjanjikan memosisikan diri sebagai warga negara biasa yang telah terpukul oleh naiknya harga-harga.
Panama yang menggunakan dollar AS sebagai mata uangnya tahun lalu menderita tingkat inflasi tertingginya sejak awal 1980-an. Inflasi telah dijinakkan, sementara pertumbuhan ekonomi melambat. Namun, para pemilih marah pada kenaikan harga yang terus bertahan.
”Setiap 15 hari saya pergi ke pasar dan harga makanan naik terus. Anda tidak bisa lagi membeli daging,” kata Oreida Sanchez (36), seorang guru, setelah memberikan suara untuk Martinelli di kawasan Calidonia, Panama City.
”Masalah kami yang paling serius adalah biaya hidup. Ini yang menyebabkan kriminalitas karena orang tidak punya cukup uang untuk makan,” kata penyemir sepatu, Aladino Inestrosa (67), di San Miguelito, pinggiran Panama City, di mana Herrera pernah menjadi wali kota.
”Sebuah pisang sekarang harganya 45 sen, sebelumnya 10 sen. Itu sebabnya saya memilih Martinelli,” kata Inestrosa.
Martinelli, multijutawan yang juga bergerak di bidang bisnis perbankan, pertanian, dan media itu, mendekati hati pemilih dengan menyatakan kepeduliannya pada masalah mereka. Dia berhasil merebut dukungan dari banyak pemilih berpenghasilan rendah. ”Kita tidak bisa terus mempunyai negara di mana 40 persen warganya miskin,” katanya ketika terpilih.
Walau bukan berasal dari keluarga miskin seperti saingannya, Herrera, informasi dalam situs internetnya, Martinelli2009.com, memperlihatkan bahwa dia ingin memberi kesan peduli kepada rakyat kecil. Menurut situs itu, sejak kecil dia ingin tahu mengapa anak-anak dari Distrik Sona, Provinsi Veraguas, tempat asalnya, bekerja begitu berat dan harus membantu mencari uang untuk pendapatan keluarga.
Menurut pengasuh masa kecilnya, Ny Emilia Garcia, Martinelli adalah ”seorang anak yang tidak bisa diam dan pemberani yang selalu memimpikan untuk berbuat hal-hal besar bagi Panama”.
Martinelli Berrocal, menurut situsnya, ”adalah seorang pria pekerja, sederhana, punya visi, pemimpin, humanis dan dengan sebuah hati yang besar”.
Dia menjanjikan sebuah program pekerjaan umum besar-besaran untuk mengembalikan pertumbuhan Panama. Martinelli ingin membangun pelabuhan-pelabuhan, jalan-jalan raya, dan sebuah kereta bawah tanah Panama City.
Namun, sebagian orang mengkhawatirkan Martinelli mungkin tidak bisa menjaga kehidupan bisnisnya terpisah dari menjalankan negara.
”Saya mempunyai keraguan mengenai biaya hidup karena dia di bisnis bahan pangan. Dia tidak akan berminat menurunkan harga,” kata Gabriel Tunon (59), seorang akuntan.
Urusan Martinelli setelah dia dilantik tanggal 1 Juli nanti tentu saja tak hanya urusan harga pisang. Hal yang pasti, dia akan mengawasi pelaksanaan proyek perluasan Terusan Panama senilai 5,25 miliar dollar AS, berupa penambahan seperangkat kunci ketiga yang bisa menangani kapal sampai masing-masing 12.000 kontainer.
Dia berjanji menarik investasi asing dan meningkatkan perdagangan bebas, terutama dengan mitra dagang utama Panama, AS. Panama telah menyetujui sebuah kesepakatan perdagangan bebas dengan AS, tetapi pakta itu tertahan di Kongres AS oleh kekhawatiran mengenai hak-hak buruh dan peraturan perbankan yang bisa membantu para penghindar pajak.
Presiden terpilih itu menyatakan akan menyelesaikan kesepakatan perdagangan bebas dengan AS itu sebagai prioritas utama. Namun, dia menolak tuduhan AS bahwa negaranya merupakan tempat berlindung para penghindar pajak.
”Itu akan menjadi prioritas nomor satu kami,” kata Martinelli.
Para pemilih jelas terkesan dengan ketajaman bisnis Martinelli dan kritik tajamnya pada pemerintah yang sekarang sehingga dia menang dengan angka yang sangat meyakinkan. Namun, di tengah keadaan ekonomi yang sulit ini, diperkirakan masa bulan madunya begitu menjadi presiden akan sangat singkat. Dia harus segera membuktikan bahwa dirinya mampu mengatur sebuah negara.(AP/AFP/Reuters/DI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar