Senin, 18 Mei 2009

Anak Pedagang Batik itu Pendiam


Sabtu, 16 Mei 2009 | 11:35 WIB

TEMPO Interaktif, BLITAR: - Dilahirkan dari keluarga pedagang batik, Boediono tumbuh sebagai pribadi yang sederhana. Dia cenderung pendiam, tak banyak tingkah, dan kurang suka bergaul. Namun begitu, otak cerdasnya di bidang ilmu ekonomi telah nampak sejak duduk di bangku SMA Jurusan C (ilmu sosial) Kota Blitar.

Putra pertama pasangan Ahmad Siswa Sarjono dan Samilah ini lahir pada tanggal 25 Februari 1942 di Lingkungan Magersaren, Kelurahan Kepanjen Lor, Kecamatan Kepanjen Kidul, Kota Blitar. Bersama dua adiknya Tutik dan Kuncoro, Budiono menjalani kehidupan di rumah sederhana ukuran 8 x 25 meter di Jalan Wahidin nomor 6 milik orang tuanya.

Rumah yang masih tampak bagus tersebut difungsikan sebagai toko sekaligus tempat tinggal. Sepekan sekali ayahnya bertandang ke Solo dan Yogyakarta untuk mengambil kain batik. Selanjutnya kain tersebut dipajang di ruang tamu rumahnya yang disulap menjadi toko kecil. “Tak banyak keuntungan yang diambil dari dagangan batik,” kata Bambang Heri Subeno, saudara sepupu Boediono yang dipercaya merawat rumah tersebut, Jumat (15/5).

Karena itulah Ny Samilah memutuskan membantu nafkah suaminya dengan berjualan perhiasan emas. Berbeda dengan toko emas besar, Ny Samilah hanya menerima titipan emas dari kawan-kawannya untuk dijual di toko.

Hal itu dibenarkan oleh rekan sekolah Boediono, Ny Syamsiah Syafaat, 69 tahun, warga Jl Musi nomor 6 yang berteman akrab sejak kecil. Menurut pengakuannya, kedua orang tuanya cukup dekat dengan orang tua Boediono. Hal ini lebih dikarenakan profesi orang tua Ny Syamsiah yang kerap mengambil kain batik dari toko Ahmad Siswa. “Biasanya kita ambil dulu, bayarnya belakangan. Jadi keuntungan mereka cukup kecil,” ujarnya tersenyum.

Sebagai teman sekelas, Ny Syamsiah mengakui kecerdasan rekannya itu. Boediono selalu unggul pada mata pelajaran bahasa Inggris dan ilmu ekonomi meski jarang terlihat belajar. Dari posisi tempat duduk di deretan bangku belakang, Boediono dengan cepat mampu menyerap materi pelajaran. Kemampuan itulah yang tidak dimiliki 39 siswa lainnya di Program Pendidikan Ilmu Sosial SMA Blitar.

Kemampuan akademik ini dibuktikan dengan dengan nilai rapor yang tercantum dalam buku induk kesiswaan. Dalam buku besar ini tertulis jika Mantan Gubernur Bank Indonesia itu masuk sebagai siswa kelas satu SMA Blitar pada tanggal 1 Agustus 1957. Dia tercatat sebagai murid termuda dengan rata-rata usia siswa sekelasnya dua tahun lebih tua.

Namun begitu, berdasarkan buku tersebut, nilai ujian Boediono jauh mengungguli rekan-rekannya. Diantaranya adalah nilai mata pelajaran Ilmu Hitung Dagang dan Ilmu Perekonomian yang meraih angka delapan. Sementara puluhan siswa lainnya hanya meraih nilai antara 3 – 4. Demikian pula dengan Ilmu Pelajaran Bangsa-bangsa dan Bahasa asing yang meliputi Bahasa Jerman, Prancis, dan Inggris. “Nilai akademis ini menjadi bukti otentik kecerdasan Pak Boediono,” kata Kepala Sekolah SMA 1 Blitar Puryono.

Karena itu, begitu berhembus kabar dipilihnya dia sebagai calon wakil presiden mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono, tidak terlintas sedikitpun keraguan para alumnus SMA 1 Blitar kepada Boediono. Sebagai pribadi yang santun dan cerdas, dia dianggap figur pemimpin yang bersih. “Kami akan memberikan dukungan kepada beliau jika benar-benar maju menjadi wakil presiden,” kata Puryono.

HARI TRI WASONO

Tidak ada komentar: