Salahuddin Wahid
(Pengasuh Pesantren Tebuireng)
TV kabel C-SPAN meminta 65 sejarawan untuk menilai siapa presiden AS terbaik dengan skala 1 (tidak efektif) sampai 10 (sangat efektif) terhadap 10 aspek kepemimpinan, termasuk hubungan dengan kongres dan kemampuan persuasif terhadap masyarakat dan otoritas moral.
Dari 43 presiden AS, Abraham Lincoln dinyatakan sebagai presiden terbaik. Berikutnya ialah George Washington, Franklin D Rosevelt (FDR), Theodore Rosevelt, dan Harry S Truman. Presiden terburuk adalah James Buchanan, Andrew Johnson, dan Franklin Pierce.
Dibanding penilaian C-SPAN terdahulu (2000), Clinton naik dari peringkat 21 ke 15. Reagan dari urutan 11 ke 10. Bush Sr dari urutan 20 ke 18. Bush Jr pada urutan 36. Dalam hubungan internasional, ia berada pada urutan ke-41 dan dalam pengelolaan ekonomi berada pada urutan ke-40. Ia juga berada pada urutan ke-25 kepemimpinan krisis dan penyusunan visi serta agenda. Lincoln berada pada urutan tiga besar dari tiap aspek yang dinilai.
Perubahan penilaian itu terjadi karena kepedulian terhadap kondisi kekinian yang memengaruhi penilaian para ahli dan juga masyarakat terhadap apa yang dilakukan pemimpin masa lalu. Di Rusia, kini mayoritas masyarakat kembali menilai tinggi Joseph Stalin.
Majalah Time (1998) menugasi sembilan ahli sejarah untuk memilih siapa presiden terbaik AS pada abad 20. Yang terbaik adalah Franklin Roosevelt, disusul oleh Theodore Roosevelt. Pada urutan ke-15 adalah Nixon dan yang terburuk adalah Herbert Hoover.
Versi masyarakat vs versi ahli
Tentu, ada jajak pendapat tentang siapa presiden terbaik AS yang tidak kita ketahui. Tidak semua nama pilihan ahli bisa tetap di peringkat lima teratas dalam jajak pendapat. Tampaknya, beberapa nama, seperti Kennedy, tidak mendapat tempat teratas dalam penilaian ahli, tetapi bisa mendapatkannya pada jajak pendapat. Walaupun demikian, Kennedy akan dikenang di masa depan dan memberi ilham kepada Clinton. Sejumlah nama akan tetap berada pada peringkat teratas pada kedua cara itu, seperti Lincoln, Washington, dan FDR.
Washington adalah presiden pertama AS. Dia membentuk peradilan federal dan bank nasional. Dia menolak untuk dipilih ketiga kalinya. Dalam pidato perpisahannya, dia meminta rakyat Amerika untuk meninggalkan fanatisme kepartaian dan kedaerahan.
Terpilihnya Lincoln hanya didukung negara-negara bagian utara, negara-negara bagian selatan menyatakan keluar dari AS sehingga terjadi perang saudara. Pada 1863, Lincoln mengeluarkan Proklamasi Emansipasi yang menyatakan bahwa budak di wilayah negara bagian selatan yang masih menerapkan perbudakan sepenuhnya bebas. Ia juga secara resmi menghapus serta melarang perbudakan di seluruh wilayah Amerika Serikat. Lincoln berhasil mempersatukan kembali AS setelah perang saudara.
FDR berhasil membawa AS keluar dari depresi ekonomi dengan memberikan bantuan pemerintah untuk meringankan penderitaan rakyat. Dia memperkenalkan empat kemerdekaan, yaitu bebas berbicara, hak beribadah, bebas berkeinginan, dan bebas dari rasa takut. FDR adalah satu-satunya presiden AS yang terpilih empat kali. Partai Demokrat meminta Truman menjadi cawapres FDR (1944), tapi dia lebih suka tetap menjadi senator karena banyak tugas yang harus diselesaikannya. FDR sendiri memintanya sehingga dia terpaksa menerima.
Truman menggantikan FDR yang wafat (April 1945). Truman mendesak Belanda untuk mengakui Indonesia. Dia menyetujui militer menjatuhkan bom atom di Jepang. Dalam pemerintahannya, Marshall Plan dijalankan untuk membantu negara Eropa agar dapat memperbaiki ekonominya. Dia menyetujui pembentukan negara Israel. Tahun 1948, dia menjadi presiden atas usahanya sendiri, mengalahkan Thomas Dewey.
Pengalaman Indonesia
Selama 53 tahun merdeka, Indonesia hanya punya dua presiden dan satu presiden pada masa PDRI. Keduanya turun dari jabatan secara terpaksa. Selama 11 tahun berikutnya, Indonesia punya empat presiden. Presiden kelima berhenti secara tidak terduga. Baru presiden keenam dan ketujuh yang berhenti pada waktunya. Belum ada upaya dari para ahli sejarah atau ahli politik untuk membuat kajian guna menentukan siapakah presiden terbaik di Indonesia tampaknya sesuatu yang wajar.
Jajak pendapat (2008) tentang presiden terbaik di Indonesia diadakan Laksnu (Lembaga Kajian dan Survey Nusantara) dengan 1000 responden dari 33 provinsi. Jawabannya menarik. Urutannya adalah Soeharto, Soekarno, SBY, Habibie, Megawati, dan Abdurrahman Wahid. Harian Kompas mengadakan jajak pendapat serupa (2008) dengan hasil yang sama. Kalau kita meminta penilaian sejumlah ahli (sejarah, politik, ekonomi, hukum, dan militer), hasilnya bisa berbeda.
Sudah waktunya ada prakarsa untuk melakukan penilaian bersama siapa yang terbaik terhadap para pemimpin Pemerintahan Indonesia (presiden dan PM) oleh sejumlah ahli. Kita perlu mengetahui bagaimana sebenarnya posisi para pemimpin kita dalam perjalanan panjang bangsa, mengetahui apa sumbangsih mereka bagi pembangunan bangsa dan negara, serta mengetahui juga apa kesalahan yang telah mereka lakukan.
Akan lebih baik apabila sumbangsih para tokoh, seperti Jenderal Sudirman dan tokoh di luar pemerintahan, juga dikemukakan secara terbuka kepada masyarakat. Rakyat kita sudah cukup dewasa untuk bisa menerima dengan utuh dan secara seimbang para pemimpin kita. Tidak ada pemimpin yang sempurna dan tidak ada yang sepenuhnya salah. Yang baik bisa kita jadikan acuan dan yang buruk bisa kita hindari supaya tidak terulang lagi.
Perlu dikemukakan terbitnya buku rekam jejak para menteri agama Indonesia sejak 1946-1998 yang digarap dengan baik oleh para penulis yang mengenal Departemen Agama. Dr Taufik Abdullah memberi kata pengantar yang amat baik. Dalam buku itu, dapat dibaca perkembangan Departemen Agama dan masalah yang dihadapi dari tahun ke tahun. Buku itu amat bermanfaat bagi menteri yang akan menjabat dan juga bagi anggota DPR yang tugasnya berkaitan dengan Departemen Agama.
Saya pernah usul kepada pejabat dari Departemen Kesehatan dan Departemen Pekerjaan Umum untuk membuat buku seperti itu guna memperkenalkan perjalanan departemen itu dan para menterinya kepada masyarakat dan pihak terkait, yang juga menguraikan perubahan struktur dan latar belakangnya. Departemen lain, TNI, dan Polri perlu melakukan hal yang sama. Yang penting ialah membuat kajian yang objektif dan tidak memihak sehingga masyarakat mengetahui sebanyak mungkin fakta. Tidak boleh ada kultus individu dan pemojokan terhadap tokoh tertentu.
Upaya semacam ini akan mencerdaskan dan mendewasakan bangsa kita. Juga, menyadarkan kita bahwa kita punya banyak putra terbaik bangsa yang bisa kita teladani dan supaya tidak selalu mengambil acuan (referensi) dari mancanegara.
Selasa, 05 Mei 2009
Jejak Pemimpin dalam Lintasan Zaman
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar