JAKARTA -- Dengan bermodal satu sayap terkoyak, cinta dari pemilik nama lengkap Josep "Pep" Guardiola i Sala - yang kerap disingkat IPA - melanglang buana dengan bermodal tritunggal, yakni keteguhan hati, kepercayaan akan keindahan kasih, serta kekerasan hati untuk terus bekerja dengan ikhtiar tanpa henti.
Jagat bola, bagi Pep Guardiola, yang lahir pada 18 Januari 1971 di Santpedor, Barcelona, Catalonia, "nyerempet" petualangan cinta segitiga antar anak manusia. Kecintaan Pep akan bola, bukan semata tereduksi pada keinginan memiliki tetapi terjelma pada rajutan persahabatan tiada henti. Yang ia inginkan, berkubang dalam misteri cinta segitiga.
Pep tidak tidak ingin terengah bahkan terpedaya oleh ujaran klasik bahwa cinta berasal dari mata turun ke hati. Cinta akan bola seakan mengobarkan bara hati, bara kasih, dan bara asa bagi Pep. Pengalamannya sebagai pemain boleh dibilang segudang, dari FC Barcelona, sampai Brescia Calcio, A.S. Roma, Al-Ahli dan Dorados de Sinaloa.
Modal Pep relatif sederhana. Ia mengenal dan mengetahui paradoks jagat bola, yakni berlari, berkejaran bersama lawan, berjuang mencetak gol beralaskan keindahan cinta yang bukan semata mengharapkan balasan, tetapi ingin memberi, memberi dan memberi. Cinta yang diintroduksi Pep bukan sebatas mabuk kepayang, tetapi mabuk keindahan dan keteguhan hati.
Sejak meneken kontrak untuk melatih Barca pada 5 Juni 2008, Pep yang menggantikan Frank Rijkaard, tiada henti mendapat kepercayaan dari Presiden FC Barcelona Joan Laporta.
Bukankah jagat cinta menyimpan formasi tritunggal, dari ketiadahentian dan kepercayaan sampai kecintaan yang terbalut keindahan? Jawabnya, Pep mengetahui, memahami dan mempraktekkan sepakbola menyerang yang memuat ketiga unsur tritunggal itu.
Tidak ada serangan ke jantung pertahanan lawan, bila tidak ada jalinan kepercayaan antar sesama pemain. Jangan sesekali berharap kemenangan bila terbersit keraguan. Yang tidak kalah pentingnya, menaruh hati kepada keindahan persahabatan yang ditawarkan laga bola, meski di seberang sana ada lawan yang siap menerkam dan pendukung tim lawan yang siap meneror. Antusiasme laga tandang adalah kekuatan ekstra bagi skuad Barca.
Buktinya, dalam duel semifinal kedua Liga Champions antara Chelsea dan Barcelona, Rabu (6/5) di Stamford Bridge, Barca akhirnya menang dan berhak melaju ke final dengan keunggulan gol tandang. Energi cinta terus terkuras lantaran Barcelona yang tampil memikat di leg pertama lagi-lagi kehilangan ide membongkar kedisiplinan pemain "The Blues".
Energi cinta pasukan Pep tergetar oleh gol aduhai yang diciptakan oleh Michael Essien pada ke-9. Chelsea di bawah arsitek Guus Hiddink berhasil unggul 1-0. Energi cinta skuad Barca tergerus oleh ulah wasit Tom Henning Ovrebo yang mengeluarkan kartu merah langsung kepada Eric Abidal di menit ke-66.
Peristiwa serupa terulang ketika Ovrebo meloloskan sejumlah pelanggaran yang menuai protes dari kedua kubu. Tetapi cinta pasukan Guardiola tidak bertepuk sebelah tangan. Dewi Fortuna membayar kontan cinta Barca. Andres Iniesta menyamakan skor menjadi 1-1 dan membawa Barca ke panggung final.
Empat hari sesudah tim asuhannya melumat musuh bebuyutan Barca, Real Madrid dengan skor 6-2 di Bernabeu, Pep kian merebut hati pecandu sepakbola La Liga. Ketika memasuki musim kompetisi domestik, ia melepas sejumlah pemain bintang antara lain Ronaldinho, Deco, Samuel Eto`o. Yang tersisa tanda tanya, ada apa dengan Pep?
"Sebagai tim, kami tampil lepas bebas menjalani laga di La Liga. Coba meraih kemenangan di ajang Piala Raja pekan berikutnya ketika melawan Bilbao kemudian berpikir untuk melaju ke final di Roma," katanya. Saat menghadapi final yag akan digelar pada 27 Mei 2009 di Stadio Olimpico, Roma, Pep tetap menjanjikan sepakbola menyerang.
"Kami konsisten, tampil dengan menyerang, dengan didukung kekuatan penuh, keberanian dan ketenangan dalam memanfaatkan setiap peluang gol," kata Pep. Untuk mendulang optimisme, Iniesta pun tidak ingin ketinggalan kereta.
"Kami telah memberi segalanya. Kami menarik segala pelajaran dari setiap laga di musim kompetisi. Inilah roh dari tim ini," kata Iniesta kepada Canal Plus.
Komentar Pep bukan bermula dari khayalan setinggi langit, tetapi berasal dari sederet pengalaman yang ditimba dari bawah. Ia bukan pelatih karbitan. Kalau bintangnya terus bersinar, itu karena ia paham dan tahu bahwa prestasi adalah sebuah simbol.
Simbol adalah tanda yang tidak hanya melulu menunjukkan (indikatif) tetapi lebih mengartikan. Manusia adalah "animal symbolicum", kata filsuf Ernst Cassirer, artinya manusia menciptakan dan membebaskan unsur "kebinatangan" (animalitas) dalam dirinya. Manusia mengonstruksikannya ke dalam bentuk bahasa, mitos, seni dan agama. Dan Guardiola terpapar sebagai anak kandung dari animal symbolicum.
Guardiola terlahir sebagai produk asali dari Akademi Sepakbola FC Barcelona, kemudian meniti karier di tingkat junior bersama dengan Gimnastic de Manresa and FC Barcelona B. Antara 1990 dan 2001, ia tampil sebanyak 379 bersama Barca, mencakup 263 di ajang La Liga.
Sejak 16 Desember 1990, ia memulai debut bersama Barcelona dalam pertandingan yang dimenangkan Barca 2-0 melawan Cadiz CF. Bermain sebagai gelandang bertahan, ia bergabung bersama The Dream Team di bawah asuhan pelatih Johan Cruijff.
Pada 1997, ia mengenakan ban kapten menggantikan Jose Mari Bakero. Akan tetapi, cedera lutut membekap Pep yang membuat dirinya absen selama setahun. Pada 17 Juni 2001, ia mengucapakan selamat berpisah kepada Barca dalam pertandingan melawan Valencia CF yang berakhir 3-2 untuk kemenangan klubnya. Ia membetot perhatian publik setempat dengan menyabet predikat sebagai Legenda Camp Nou.
Setelah meninggalkan Barca pada 2001, ia menambatkan hati kepada Newcastle United, West Ham United, Tottenham Hotspur dan Liverpool, ditambah AC Milan and Internazionale. Ia tidak menemukan hakekat cinta di Italia. Dewi Amor tidak menyambangi dirinya karena terlibat dugaan kasus doping. Enam tahun kemudian, ia
dinyatakan bebas.
Pada 1992, Guardiola ditunjuk sebagai kapten timnas Spanyol. Tim Matador merebut medali emas di Olimpiade Barcelona. Antara 1992 dan 2001, Guardiola tampil sebanyak 47 kali dan menyarangkan lima gol bagi timnas negaranya. Pada 14 November 2001, ia menutup lembaran indah untuk kali terakhir bersama Spanyol dalam laga persahabatan melawan Meksiko yang berakhir 1-0 bagi negaranya.
Sejak menangani Barca, Pep mendatangkan Dani Alves dan Seydou Keita dari FC Sevilla, Martin Caceres dari Villareal CF, Gerard Pique, dan Henrique Adriano Buss dari Palmeiras meski akhirnya dijual ke Bayer Leverkusen.
Guardiola cenderung memainkan formasi 4-3-3, berpadanan dengan sistem yang digunakan pelatih sebelumnya Frank Rijkaard. Ini bukti dari kecintaannya akan rajutan historis yang dijalani Barca.
Ketika menghadapi final Liga Champions, cinta segitiga Pep Guardiola mengalir dari oase kehidupan yang tiada henti mengalir, mengalir dan mengalir. Tujuannya tunggal. Ia ingin menciptakan dunia simbolis dengan menampilkan idea-idea sederhana dalam nilai praktis untuk bertindak secara ekspresif. Inilah misteri cinta dari Pep.
"Kami terus mencoba untuk memenangi setiap laga. kami coba mencipta," katanya dalam jumpa pers setelah pertandingan. "Saya punya kepercayaan penuh kepada tim ini. Kami tetap konsisten," katanya pula. Tembang cinta segitiga Pep Guardiola teruntai dalam nada dan lagu: "jangan pernah kau coba untuk berubah.". AA Ariwibowo/ant/kpo
Jumat, 08 Mei 2009
"Cinta Segitiga" Pep Guardiola
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar