AP PHOTO/SAKCHAI LALIT / Kompas Images Abhisit Vejjajiva |
Pemimpin oposisi Thailand, Abhisit Vejjajiva, menjadi Perdana Menteri Thailand setelah menang dalam pemungutan suara khusus di Parlemen, Senin (15/12). Abhisit mengalahkan saingannya, mantan kepala Kepolisian Pracha Promnok.
Seusai penghitungan suara, pukul 10.55, Ketua Majelis Rendah Chai Chidchob mengumumkan, Ketua Partai Demokrat Abhisit Vejjajiva telah mengalahkan Pracha Promnok, dengan 235 suara melawan 198 suara.
Pracha Promnok langsung bangkit dari kursinya dan segera mengucapkan selamat kepada Abhisit.
Jalan yang menghadang di hadapan pria kelahiran Inggris 44 tahun lalu itu tidaklah mulus. Mengingat, ia harus membenahi kembali perekonomian nasional yang didera krisis global dan mendinginkan suhu politik. Ia juga harus memutus proses penggantian PM yang dalam dua setengah tahun ini ditentukan di jalan melalui gelombang unjuk rasa yang tidak berkesudahan. Dan, mengembalikan proses demokrasi ke Parlemen. Mengingat Abhisit sendiri terpilih menjadi PM di Parlemen setelah PM sebelumnya, Somchai Wongsawat, terus-menerus didesak mundur oleh pengunjuk rasa. Para pengunjuk rasa bahkan sempat memblokade Bandar Udara Don Muang dan Bandar Udara (baru) Suvarnabhumi, yang mengakibatkan seluruh penerbangan dari dan ke Bangkok lumpuh. Somchai akhirnya mundur setelah pengadilan membubarkan partai yang memerintah dan melarang Somchai berpolitik karena kecurangan dalam pemilu.
Abhisit sadar tugas berat yang menghadang di depannya. Itu sebabnya, ia langsung menghadap bekas bosnya, mantan Ketua Partai Demokrat Chuan Leekpai, yang pernah menjabat PM (1992-1995) dan (1997-2001).
Chuan, yang kembali menjadi PM, 9 November 1997, ketika Thailand dilanda krisis ekonomi yang parah mengatakan, tugas yang dihadapi Abhisit saat ini jauh lebih sulit dibandingkan tugas yang dihadapinya tahun 1997. Dalam kaitan itulah ia menasihatkan agar Abhisit membangun kesatuan yang kuat di antara partai-partai oposisi.
”Ini merupakan peluang bagi Partai Demokrat untuk membuktikan diri. Dan, untuk menjalankan pemerintahan koalisi, Anda perlu adil terhadap semua partai koalisi,” ujar Chuan.
Abhisit telah mengumumkan sasaran-sasaran yang ingin dicapainya. Pertama, membela sistem kerajaan dari komentar-komentar yang miring dan kesalahpahaman. Kedua, memimpin upaya pemulihan kembali perekonomian. Ketiga, mencoba membangun rekonsiliasi nasional. Dan, akhirnya, mengupayakan memulihkan kembali kepercayaan internasional terhadap negaranya.
Ekonomi Thailand akan melemah tahun 2009 dan ekonomi dunia pun akan memburuk sejalan dengan krisis keuangan di Amerika Serikat dan Eropa. Ekspor Thailand akan tertekan hebat. Tingkat pengangguran meningkat. Pariwisata akan terpukul hebat. Padahal, harga-harga komoditas pertanian sudah sangat rendah. Itu sebabnya Abhisit tidak punya waktu untuk berleha-leha. Ia harus membentuk tim ekonomi yang tangguh untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada di bidang ekonomi. Cara yang paling efektif adalah menstimulasi dana pemerintah langsung ke bidang ekonomi untuk menciptakan lapangan kerja dan merangsang kembali kegiatan.
Upaya membangun rekonsiliasi nasional juga tidak mudah karena luka-luka yang dialami masyarakat akibat konflik politik di selatan sudah terlalu dalam. Abhisit mempunyai peluang untuk bersinar di dalam Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN yang dijadwalkan akan berlangsung pada bulan Februari mendatang.
Bukan orang baru
Abhisit bukan orang baru di dunia politik. Karier politiknya dimulai tahun 1992, saat ia bergabung dengan Partai Demokrat. Namun, wajahnya baru dikenal masyarakat tahun 1993, saat ia diangkat menjadi juru bicara pemerintahan PM Chuan Leekpai.
Kemampuan berbahasa Inggris yang sangat baik dan penampilan rapi menjadikan Abhisit dengan cepat meraih popularitas di kalangan wartawan, terutama wartawan asing, yang bertugas di kantor PM.
Abhisit dilahirkan dari keluarga elite pada tahun 1964. Ayah dan ibunya adalah dokter yang pengajar dalam bidang kedokteran. Di Inggris, ia menempuh pendidikan di sekolah ternama Inggris, Kolese Eaton (tempat Pangeran William, calon Raja Inggris dididik), dan lulus Sarjana Strata 1 (S-1) dari Oxford University dalam bidang politik, filsafat, dan ekonomi.
Sebelum terjun ke politik, Abhisit pernah mengajar di Akademi Militer Chulachomklao. Ia lalu kembali ke Oxford University untuk mengambil S-2. Kemudian, ia mengajar ekonomi di Thammasat University, sebelum belajar ilmu hukum di Ramkhamhaeng University.
Ia menikah dan mempunyai dua anak, yaitu Prang dan Pannasit. Istrinya, drg Pinpen, adalah seorang dokter gigi yang beralih profesi menjadi pengajar matematika di Chulalongkorn University.
Pada usia 27 tahun, ia kemudian memutuskan untuk bergabung dengan Partai Demokrat, yang merupakan partai politik di Thailand. Dan, ia tercatat sebagai orang yang paling muda yang bergabung di Parlemen.
Kariernya di panggung politik Thailand melesat dengan cepat. Ia memiliki semua kualitas yang perlu dimiliki oleh seorang politisi, yaitu pendidikan yang tinggi, kesabaran besar, dan tata krama yang baik, serta fasih berpidato dengan kemampuan debat yang hebat.
Latar belakang pendidikannya yang tinggi menjadikan Abhisit memiliki rasa kepercayaan diri yang juga tinggi dan ia sama sekali tidak gentar menghadapi gencarnya pertanyaan yang diarahkan kepada dirinya. Dan, itu menjadikan Abhisit dekat dengan wartawan asing yang bertugas di Bangkok.
Sesungguhnya, pada tahun 2001, ia mencoba meraih jabatan Ketua Partai Demokrat, tetapi gagal. Jabatan Ketua Partai Demokrat itu akhirnya diperoleh tahun 2005.
Pada saat ini, Abhisit Vejjajiva sangat populer di kalangan kelas menengah perkotaan, terutama di Bangkok. Diharapkan dengan reputasinya sebagai pemimpin yang bersih (tidak korup) dan slogan ”Utamakanlah Rakyat” yang dilontarkan dalam Pemilu 2005 dapat meraih pula simpati kelas pekerja dan rakyat di pedesaan yang selama ini menjadi pendukung kuat mantan PM Thaksin Shinawatra.(james luhulima)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar